RISIKO DAN PELUANG – Perubahan Status Karyawan Tetap Menjadi Kontrak dan Implikasi Penyajian di Laporan Keuangan Perusahaan
- Farvis Indonesia
- Aug 13
- 3 min read
Blog ini dibuat untuk merespon makalah kelompok yang disusun oleh peserta CHRP Batch 90 mengenai bagaimana HR dapat mendukung inisiatif peningkatan fleksibilitas biaya operasional dan profitability melalui pengubahan status karyawan tetap menjadi karyawan kontrak. Saya merasa tergelitik untuk dapat mempelajari lebih dalam, apa dampak dari pengubahan status karyawan tetap menjadi kontrak bagi perusahaan. Meskipun landasan hukum membuka peluang bagi perusahaan untuk melakukan hal ini, perlu dipertimbangkan berbagai macam tantangan yang muncul dari opsi ini.
Selain itu, kelompok penulis makalah juga mengaitkan dampak finansial pengubahan status karyawan tetap menjadi kontrak dengan melihat PSAK 24 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) mengenai penyajian Imbalan dalam pembukuan perusahaan. Maka saya pun mencoba untuk mendalami lebih jauh tentang hal ini.
Berdasarkan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja dan PP No. 35/2021), blog ini akan memaparkan: (1) bagaimana ringkasan hukum status karyawan tetap (PKWTT) dan karyawan kontrak (PKWT), (2) apa risiko dan peluang bagi perusahaan ketika melakukan pengubahan status PKWTT menjadi PKWT, serta (3) bagaimana proses transisi pengalihan status tersebut agar risiko yang telah dipetakan dapat minimal.
1. Ringkasan Hukum
PKWTT (Karyawan Tetap): Diperuntukkan untuk pekerjaan yang bersifat tetap dan berkelanjutan.
PKWT (Karyawan Kontrak): Hanya untuk pekerjaan yang sifatnya sementara, musiman, proyek tertentu, atau tidak bersifat tetap.
Konversi PKWTT ke PKWT tidak bisa langsung — harus melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) terlebih dahulu, dengan kewajiban pembayaran pesangon dan hak-hak lainnya sesuai ketentuan hukum.
Durasi PKWT: Maksimum 5 tahun (termasuk perpanjangan).
2. Peta Risiko & Peluang
Aspek | Risiko | Peluang |
Kepatuhan Hukum | Risiko sengketa industrial jika konversi dilakukan tanpa PHK & pesangon; potensi sanksi. | PKWT memungkinkan perusahaan mengakhiri hubungan kerja saat kontrak berakhir tanpa pesangon tambahan. |
Biaya | Biaya pesangon awal tinggi saat PHK karyawan tetap. | Biaya jangka panjang lebih rendah (tidak ada kewajiban pensiun tambahan selain BPJS). |
Moral & Loyalitas | Karyawan merasa statusnya turun → menurunkan motivasi & kepercayaan. | Beberapa karyawan menghargai fleksibilitas kerja kontrak. |
Retensi Talenta | Risiko kehilangan SDM berpengalaman ke perusahaan lain. | Memungkinkan merekrut tenaga ahli khusus untuk proyek tertentu tanpa komitmen panjang. |
Hubungan Industrial | Potensi resistensi dari serikat pekerja & reputasi negatif. | Jika dikelola transparan, dapat diposisikan sebagai strategi kelincahan bisnis. |
3. Checklist Transisi yang Direkomendasikan
Audit Kebutuhan Posisi
Tetapkan pekerjaan mana yang layak PKWT (proyek/non-core/seasonal).
Kepatuhan Hukum
Lakukan PHK sesuai prosedur untuk PKWTT → bayar hak karyawan (pesangon, cuti, BPJS, dll).
Pastikan PKWT sesuai dengan pasal dan klausul peraturan ketenagakerjaan.
Komunikasi Terbuka
Sampaikan alasan bisnis secara jelas (misalnya efisiensi, fleksibilitas, sifat pekerjaan).
Paket Kompensasi Menarik
Sesuaikan gaji/honor kontrak agar kompetitif (misalnya lebih tinggi dari tarif gaji tetap).
Manajemen Reputasi
Libatkan serikat pekerja/employee representatives sejak awal.
Siapkan narasi publik jika diperlukan.
--------------------------------------
Jika dikaitkan dengan PSAK 24 – Imbalan Kerja - (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.24 tentang Imbalan Kerja) - perubahan status dari karyawan tetap (PKWTT) menjadi karyawan kontrak (PKWT) punya dampak langsung pada pengakuan dan pengukuran kewajiban imbalan kerja di laporan keuangan.
Kaitan Perubahan Status Karyawan dengan PSAK 24
1. Konsep Utama PSAK 24
PSAK 24 mengatur akuntansi untuk:
Imbalan kerja jangka pendek (gaji, cuti tahunan, bonus).
Imbalan pascakerja (pensiun, uang pesangon, manfaat pasca kerja lain).
Pesangon pemutusan kontrak kerja (termination benefits).
2. Dampak Jika Karyawan Tetap diubah ke Kontrak
Aspek | Dampak Menurut PSAK 24 |
Pengakuan Pesangon | Jika konversi dilakukan lewat PHK, perusahaan wajib mengakui liabilitas pesangon pada saat present obligation timbul (biasanya saat pengumuman resmi & persetujuan). |
Penghentian Imbalan Pascakerja | Karyawan kontrak umumnya tidak menerima manfaat pensiun perusahaan di luar BPJS, sehingga kewajiban imbalan pascakerja untuk mereka berkurang atau dihapus. |
Pengakuan Biaya | Pesangon dan manfaat pascakerja akibat perubahan status diakui sebagai biaya pada periode berjalan dan tidak diamortisasi. |
Proyeksi Aktuaria | Jumlah karyawan tetap yang berkurang akan mengubah perhitungan aktuaria (actuarial valuation) untuk program pensiun dan imbalan pascakerja lainnya. |
Disclosure (Pengungkapan) | Perusahaan harus menjelaskan di catatan atas laporan keuangan: jumlah kewajiban yang dihapuskan, biaya yang diakui, dan alasan strategis perubahan status karyawan. |
3. Risiko Akuntansi & Audit
Understatement Liabilitas: Jika perusahaan tidak menghitung pesangon sesuai UU Ketenagakerjaan dan PSAK 24.
Timing Pengakuan: Kesalahan menentukan kapan kewajiban pesangon diakui bisa mempengaruhi opini audit.
Konsistensi: Perubahan harus sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
4. Strategi Mitigasi
Libatkan Aktuaris
Untuk menghitung ulang kewajiban pascakerja setelah konversi status.
Dokumentasi Lengkap
Simpan berita acara PHK, perhitungan pesangon, dan kontrak baru sebagai bukti audit.
Koordinasi HR–Finance
HR memastikan kepatuhan UU Ketenagakerjaan, Finance memastikan kepatuhan PSAK 24.
Transparansi di Laporan Keuangan
Jelaskan dampak perubahan status terhadap biaya dan kewajiban imbalan kerja.
Jadi, agar HR dapat memberikan saran kepada BOD mengenai hal ini, maka PR (Pekerjaan Rumah) yang harus diselesaikan sebelum mempresentasikannya kepada BOD adalah menghitung dampak finansial dari perubahan ini dengan mengacu pada ketentuan yang diatur melalui PSAK 24, dan mitigasi risiko yang harus dilakukan agar dampak hukum dan sosial dari inisiatif ini telah dipertimbangkan dengan matang.

Comments