Mengapa Generasi Z Terlihat Kurang Loyal pada Perusahaan
- Farvis Indonesia
- Oct 2
- 2 min read
Definisi loyalitas berbeda – Bagi Gen Z, loyalitas bukan lagi soal berapa lama mereka bekerja, tapi apakah perusahaan punya nilai, menyediakan peluang untuk berkembang, dan pekerjaan yang bermakna.
Mindset pasar kerja – Mereka tumbuh dalam era PHK, ekonomi tidak stabil, dan munculnya gig economy. Loyalitas buta pada perusahaan tidak lagi dianggap aman.
Fokus pada pertumbuhan pribadi – Mereka memandang pekerjaan sebagai batu loncatan, bukan komitmen seumur hidup.
Pilihan berbasis nilai – Mereka ingin bekerja di tempat yang sejalan dengan nilai pribadi (keberlanjutan, keberagaman, dampak sosial). Jika tidak, mereka memilih pindah.
Budaya hasil instan – Terbiasa dengan umpan balik cepat, mereka mudah frustrasi jika karier terasa stagnan.
Paparan teknologi – Media sosial dan platform kerja membuat mereka mudah melihat peluang lebih baik di luar, sehingga berpindah kerja terasa wajar.
Apa yang Harus Dilakukan Pemimpin
Ciptakan pekerjaan yang bermakna
Hubungkan tugas sehari-hari dengan misi besar atau dampak sosial. Mereka ingin merasa pekerjaannya punya arti.
Sediakan pembelajaran & pengembangan berkelanjutan
Berikan coaching, mentoring, dan kesempatan upskilling. Gen Z ingin berkembang cepat.
Utamakan kesejahteraan & fleksibilitas
Pilihan hybrid/remote, dukungan kesehatan mental, dan keseimbangan kerja-hidup penting bagi mereka.
Bangun komunikasi terbuka & transparan
Mereka menghargai keaslian. Pemimpin harus jujur, terbuka, dan mau mendengarkan feedback.
Berikan tanggung jawab & pemberdayaan
Tugaskan proyek menantang, beri ruang untuk ide, dan akui prestasi mereka dengan cepat.
Hidupkan nilai perusahaan
Gen Z cepat menangkap ketidakselarasan. Pemimpin harus konsisten antara kata dan tindakan terkait keberagaman, etika, dan keberlanjutan.
Bangun komunitas & rasa kebersamaan
Buat lingkungan inklusif, hangat, dan penuh apresiasi. Loyalitas tumbuh ketika mereka merasa dilihat, dihargai, dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Case Study
Kasus Gagal – Pemimpin Tradisional
Pak Budi, seorang manajer generasi Baby Boomer, percaya bahwa loyalitas karyawan dibangun dengan gaji dan stabilitas. Ia jarang memberi feedback, tidak peduli dengan keseimbangan kerja-hidup, dan menganggap pindah kerja sebagai “tidak setia.” Hasilnya, tim yang mayoritas Gen Z cepat bosan, tidak merasa dihargai, dan banyak yang keluar hanya setelah 1–2 tahun.
Kasus Berhasil – Pemimpin Adaptif
Sebaliknya, Ibu Rina, seorang leader milenial, memahami bahwa Gen Z mencari makna dan pengembangan diri. Ia rutin mengadakan sesi coaching singkat, memberi ruang bagi tim untuk berbagi ide, serta melibatkan mereka dalam proyek dengan dampak nyata pada komunitas. Ia juga terbuka mengenai strategi perusahaan dan mengakui kontribusi setiap orang. Hasilnya, turnover di timnya jauh lebih rendah, dan Gen Z justru menjadi advokat perusahaan di media sosial.
Pelajaran:👉 Gen Z bukan kurang loyal, mereka loyal dengan cara yang berbeda. Jika pemimpin mampu memberi makna, ruang tumbuh, dan kepemimpinan yang autentik, maka loyalitas Gen Z akan muncul dengan sendirinya.




Comments