top of page

Mengapa Generasi Z Terlihat Kurang Loyal pada Perusahaan

  1. Definisi loyalitas berbeda – Bagi Gen Z, loyalitas bukan lagi soal berapa lama mereka bekerja, tapi apakah perusahaan punya nilai, menyediakan peluang untuk berkembang, dan pekerjaan yang bermakna.

  2. Mindset pasar kerja – Mereka tumbuh dalam era PHK, ekonomi tidak stabil, dan munculnya gig economy. Loyalitas buta pada perusahaan tidak lagi dianggap aman.

  3. Fokus pada pertumbuhan pribadi – Mereka memandang pekerjaan sebagai batu loncatan, bukan komitmen seumur hidup.

  4. Pilihan berbasis nilai – Mereka ingin bekerja di tempat yang sejalan dengan nilai pribadi (keberlanjutan, keberagaman, dampak sosial). Jika tidak, mereka memilih pindah.

  5. Budaya hasil instan – Terbiasa dengan umpan balik cepat, mereka mudah frustrasi jika karier terasa stagnan.

  6. Paparan teknologi – Media sosial dan platform kerja membuat mereka mudah melihat peluang lebih baik di luar, sehingga berpindah kerja terasa wajar.


Apa yang Harus Dilakukan Pemimpin

  1. Ciptakan pekerjaan yang bermakna

    • Hubungkan tugas sehari-hari dengan misi besar atau dampak sosial. Mereka ingin merasa pekerjaannya punya arti.

  2. Sediakan pembelajaran & pengembangan berkelanjutan

    • Berikan coaching, mentoring, dan kesempatan upskilling. Gen Z ingin berkembang cepat.

  3. Utamakan kesejahteraan & fleksibilitas

    • Pilihan hybrid/remote, dukungan kesehatan mental, dan keseimbangan kerja-hidup penting bagi mereka.

  4. Bangun komunikasi terbuka & transparan

    • Mereka menghargai keaslian. Pemimpin harus jujur, terbuka, dan mau mendengarkan feedback.

  5. Berikan tanggung jawab & pemberdayaan

    • Tugaskan proyek menantang, beri ruang untuk ide, dan akui prestasi mereka dengan cepat.

  6. Hidupkan nilai perusahaan

    • Gen Z cepat menangkap ketidakselarasan. Pemimpin harus konsisten antara kata dan tindakan terkait keberagaman, etika, dan keberlanjutan.

  7. Bangun komunitas & rasa kebersamaan

    • Buat lingkungan inklusif, hangat, dan penuh apresiasi. Loyalitas tumbuh ketika mereka merasa dilihat, dihargai, dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.


Case Study

Kasus Gagal – Pemimpin Tradisional

Pak Budi, seorang manajer generasi Baby Boomer, percaya bahwa loyalitas karyawan dibangun dengan gaji dan stabilitas. Ia jarang memberi feedback, tidak peduli dengan keseimbangan kerja-hidup, dan menganggap pindah kerja sebagai “tidak setia.” Hasilnya, tim yang mayoritas Gen Z cepat bosan, tidak merasa dihargai, dan banyak yang keluar hanya setelah 1–2 tahun.


Kasus Berhasil – Pemimpin Adaptif

Sebaliknya, Ibu Rina, seorang leader milenial, memahami bahwa Gen Z mencari makna dan pengembangan diri. Ia rutin mengadakan sesi coaching singkat, memberi ruang bagi tim untuk berbagi ide, serta melibatkan mereka dalam proyek dengan dampak nyata pada komunitas. Ia juga terbuka mengenai strategi perusahaan dan mengakui kontribusi setiap orang. Hasilnya, turnover di timnya jauh lebih rendah, dan Gen Z justru menjadi advokat perusahaan di media sosial.


Pelajaran:👉 Gen Z bukan kurang loyal, mereka loyal dengan cara yang berbeda. Jika pemimpin mampu memberi makna, ruang tumbuh, dan kepemimpinan yang autentik, maka loyalitas Gen Z akan muncul dengan sendirinya.

 
 
 

Recent Posts

See All
Analisis KMK RI No. 149 Tahun 2020

Ketika mengajar di program CHRP Batch C14 (93) pagi tadi mengenai Managing Learning & Development, saya merujuk pada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 149 Tahun 2020 Mengenai Standar Kompetensi

 
 
 

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page