top of page

Cara Melakukan Training Needs Analysis (TNA) untuk Divisi Operasi Perusahaan Minyak Mentah


Training Needs Analysis (TNA) merupakan langkah strategis untuk memastikan program pelatihan benar-benar selaras dengan kebutuhan bisnis dan operasional perusahaan. Dalam konteks industri minyak mentah yang sarat risiko, padat modal, serta sangat bergantung pada kepatuhan HSE, pelaksanaan TNA menjadi semakin krusial.


Melalui TNA, perusahaan dapat:

  • Mengidentifikasi kesenjangan kompetensi antara kemampuan karyawan saat ini dengan standar yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi, keselamatan, dan efisiensi.

  • Mengoptimalkan investasi pelatihan, sehingga anggaran dialokasikan pada area yang paling berdampak terhadap produktivitas dan kepatuhan regulasi.

  • Mendukung keberlanjutan bisnis dengan memastikan tenaga kerja memiliki keterampilan teknis, digital, maupun soft skills yang relevan untuk menghadapi tantangan industri di masa depan.


Proses TNA dilakukan melalui analisis tujuan bisnis, pengumpulan data lapangan (laporan insiden, audit, wawancara, observasi), pemetaan kompetensi, serta gap analysis. Hasilnya kemudian diprioritaskan berdasarkan tingkat risiko, kepatuhan, serta kontribusi terhadap kinerja operasional.

Disarankan agar TNA dilaksanakan setidaknya satu kali dalam setahun dan diperbarui setiap kali terjadi perubahan signifikan—misalnya pengenalan teknologi baru, regulasi HSE terbaru, atau setelah insiden operasional besar.


Dengan pendekatan ini, perusahaan tidak hanya memastikan bahwa pelatihan dijalankan secara efektif, tetapi juga membangun budaya keselamatan dan keunggulan operasional yang berkelanjutan.


Berikut ini tahapan TNA khusus untuk divisi operasi perusahaan minyak.


1. Menentukan Tujuan & Konteks Bisnis

  • Selaraskan dengan strategi bisnis: efisiensi produksi, kepatuhan keselamatan, pengurangan biaya, transformasi digital.

  • Identifikasi tantangan utama: downtime peralatan, angka insiden tinggi, workforce yang menua, perubahan regulasi.

  • Tujuan pelatihan: meningkatkan keselamatan operasi, mengoptimalkan proses produksi, memperkuat kompetensi teknis untuk teknologi baru.


2. Mengumpulkan Data & Informasi

Gunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif:

  • Dokumen: manual keselamatan, laporan insiden, SOP, temuan audit.

  • Metrik kinerja: downtime, output vs target, KPI keselamatan, biaya pemeliharaan.

  • Regulasi: standar HSE, ISO, OSHA, API.

  • Survei & wawancara: operator, supervisor, insinyur, tim HSE.

  • Observasi langsung: kerja di kilang, rig pengeboran, terminal penyimpanan.


3. Identifikasi Kerangka Kompetensi

Pemetaan kompetensi yang dibutuhkan vs. yang dimiliki:

  • Kompetensi teknis: kontrol proses, teknik pengeboran, operasi peralatan, predictive maintenance.

  • Kompetensi keselamatan: identifikasi bahaya, emergency response, permit-to-work.

  • Kompetensi soft skill: komunikasi, problem solving, pengambilan keputusan saat krisis.

  • Kompetensi digital: SCADA/DCS, IoT sensor, predictive analytics.


4. Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

  • Bandingkan kinerja saat ini dengan standar yang diharapkan.

  • Contoh gap:

    • Tingginya unplanned shutdown → kurangnya pelatihan preventive maintenance.

    • Banyak near miss → gap pada pelatihan hazard awareness.

    • Lambatnya pelaporan insiden → gap penggunaan sistem digital reporting.


5. Prioritaskan Kebutuhan Pelatihan

  • Kriteria: tingkat risiko, dampak biaya, kepatuhan regulasi, frekuensi tugas.

  • Urutan umum:

    1. Pelatihan wajib (HSE, emergency drill).

    2. Keterampilan teknis kritis (operasi peralatan, process safety).

    3. Efisiensi (lean operations, digital tools).

    4. Soft skills (leadership, komunikasi lintas tim).


6. Rekomendasi Solusi Pelatihan

  • Kelas tatap muka/virtual → teori, kepatuhan, leadership.

  • On-the-job training (OJT) → operasi peralatan, troubleshooting.

  • Simulator → drilling, emergency response, control room.

  • E-learning/microlearning → refresher SOP.

  • Coaching & mentoring → transfer knowledge senior ke junior.


7. Roadmap Implementasi

  • Jangka pendek: pelatihan keselamatan & compliance.

  • Jangka menengah: digital system & teamwork.

  • Jangka panjang: pipeline leadership, advanced analytics.


8. Ukur Dampak Pelatihan

Gunakan Kirkpatrick Model atau KPI bisnis:

  1. Reaction: kepuasan peserta.

  2. Learning: peningkatan pengetahuan/skill.

  3. Behavior: perubahan perilaku kerja.

  4. Results: hasil bisnis (lebih sedikit kecelakaan, downtime berkurang, yield meningkat).


ree

📊 Contoh Framework TNA

Saya buatkan struktur tabelnya. Nanti bisa saya susun dalam file Excel supaya lebih praktis dipakai.

Jabatan

Kompetensi yang Dibutuhkan

Kompetensi Saat Ini

Gap

Prioritas (1–High, 3–Low)

Jenis Pelatihan

Metode

Indikator Keberhasilan

Operator Kilang

Emergency Response (HSE)

Dasar (Basic)

Tinggi

1

Pelatihan HSE & Drill

Simulasi & OJT

Waktu respon insiden < 5 menit

Teknisi Pemeliharaan

Predictive Maintenance

Menengah

Sedang

2

Advanced Maintenance

OJT & E-learning

Penurunan downtime 20%

Supervisor Operasi

Leadership & Decision Making

Rendah

Tinggi

1

Supervisory Leadership

Workshop + Coaching

Skor employee engagement naik

Control Room Operator

SCADA/DCS Operation

Dasar

Tinggi

1

Digital System Training

Simulator

Akurasi monitoring > 95%

Semua Karyawan

Hazard Identification

Menengah

Sedang

2

Hazard Awareness Refresh

E-learning & Roleplay

Penurunan near miss 15%


 
 
 

Recent Posts

See All
Analisis KMK RI No. 149 Tahun 2020

Ketika mengajar di program CHRP Batch C14 (93) pagi tadi mengenai Managing Learning & Development, saya merujuk pada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 149 Tahun 2020 Mengenai Standar Kompetensi

 
 
 

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page