Cara Melakukan Training Needs Analysis (TNA) untuk Divisi Operasi Perusahaan Minyak Mentah
- Farvis Indonesia
- Oct 2
- 3 min read
Training Needs Analysis (TNA) merupakan langkah strategis untuk memastikan program pelatihan benar-benar selaras dengan kebutuhan bisnis dan operasional perusahaan. Dalam konteks industri minyak mentah yang sarat risiko, padat modal, serta sangat bergantung pada kepatuhan HSE, pelaksanaan TNA menjadi semakin krusial.
Melalui TNA, perusahaan dapat:
Mengidentifikasi kesenjangan kompetensi antara kemampuan karyawan saat ini dengan standar yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi, keselamatan, dan efisiensi.
Mengoptimalkan investasi pelatihan, sehingga anggaran dialokasikan pada area yang paling berdampak terhadap produktivitas dan kepatuhan regulasi.
Mendukung keberlanjutan bisnis dengan memastikan tenaga kerja memiliki keterampilan teknis, digital, maupun soft skills yang relevan untuk menghadapi tantangan industri di masa depan.
Proses TNA dilakukan melalui analisis tujuan bisnis, pengumpulan data lapangan (laporan insiden, audit, wawancara, observasi), pemetaan kompetensi, serta gap analysis. Hasilnya kemudian diprioritaskan berdasarkan tingkat risiko, kepatuhan, serta kontribusi terhadap kinerja operasional.
Disarankan agar TNA dilaksanakan setidaknya satu kali dalam setahun dan diperbarui setiap kali terjadi perubahan signifikan—misalnya pengenalan teknologi baru, regulasi HSE terbaru, atau setelah insiden operasional besar.
Dengan pendekatan ini, perusahaan tidak hanya memastikan bahwa pelatihan dijalankan secara efektif, tetapi juga membangun budaya keselamatan dan keunggulan operasional yang berkelanjutan.
Berikut ini tahapan TNA khusus untuk divisi operasi perusahaan minyak.
1. Menentukan Tujuan & Konteks Bisnis
Selaraskan dengan strategi bisnis: efisiensi produksi, kepatuhan keselamatan, pengurangan biaya, transformasi digital.
Identifikasi tantangan utama: downtime peralatan, angka insiden tinggi, workforce yang menua, perubahan regulasi.
Tujuan pelatihan: meningkatkan keselamatan operasi, mengoptimalkan proses produksi, memperkuat kompetensi teknis untuk teknologi baru.
2. Mengumpulkan Data & Informasi
Gunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif:
Dokumen: manual keselamatan, laporan insiden, SOP, temuan audit.
Metrik kinerja: downtime, output vs target, KPI keselamatan, biaya pemeliharaan.
Regulasi: standar HSE, ISO, OSHA, API.
Survei & wawancara: operator, supervisor, insinyur, tim HSE.
Observasi langsung: kerja di kilang, rig pengeboran, terminal penyimpanan.
3. Identifikasi Kerangka Kompetensi
Pemetaan kompetensi yang dibutuhkan vs. yang dimiliki:
Kompetensi teknis: kontrol proses, teknik pengeboran, operasi peralatan, predictive maintenance.
Kompetensi keselamatan: identifikasi bahaya, emergency response, permit-to-work.
Kompetensi soft skill: komunikasi, problem solving, pengambilan keputusan saat krisis.
Kompetensi digital: SCADA/DCS, IoT sensor, predictive analytics.
4. Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)
Bandingkan kinerja saat ini dengan standar yang diharapkan.
Contoh gap:
Tingginya unplanned shutdown → kurangnya pelatihan preventive maintenance.
Banyak near miss → gap pada pelatihan hazard awareness.
Lambatnya pelaporan insiden → gap penggunaan sistem digital reporting.
5. Prioritaskan Kebutuhan Pelatihan
Kriteria: tingkat risiko, dampak biaya, kepatuhan regulasi, frekuensi tugas.
Urutan umum:
Pelatihan wajib (HSE, emergency drill).
Keterampilan teknis kritis (operasi peralatan, process safety).
Efisiensi (lean operations, digital tools).
Soft skills (leadership, komunikasi lintas tim).
6. Rekomendasi Solusi Pelatihan
Kelas tatap muka/virtual → teori, kepatuhan, leadership.
On-the-job training (OJT) → operasi peralatan, troubleshooting.
Simulator → drilling, emergency response, control room.
E-learning/microlearning → refresher SOP.
Coaching & mentoring → transfer knowledge senior ke junior.
7. Roadmap Implementasi
Jangka pendek: pelatihan keselamatan & compliance.
Jangka menengah: digital system & teamwork.
Jangka panjang: pipeline leadership, advanced analytics.
8. Ukur Dampak Pelatihan
Gunakan Kirkpatrick Model atau KPI bisnis:
Reaction: kepuasan peserta.
Learning: peningkatan pengetahuan/skill.
Behavior: perubahan perilaku kerja.
Results: hasil bisnis (lebih sedikit kecelakaan, downtime berkurang, yield meningkat).

📊 Contoh Framework TNA
Saya buatkan struktur tabelnya. Nanti bisa saya susun dalam file Excel supaya lebih praktis dipakai.
Jabatan | Kompetensi yang Dibutuhkan | Kompetensi Saat Ini | Gap | Prioritas (1–High, 3–Low) | Jenis Pelatihan | Metode | Indikator Keberhasilan |
Operator Kilang | Emergency Response (HSE) | Dasar (Basic) | Tinggi | 1 | Pelatihan HSE & Drill | Simulasi & OJT | Waktu respon insiden < 5 menit |
Teknisi Pemeliharaan | Predictive Maintenance | Menengah | Sedang | 2 | Advanced Maintenance | OJT & E-learning | Penurunan downtime 20% |
Supervisor Operasi | Leadership & Decision Making | Rendah | Tinggi | 1 | Supervisory Leadership | Workshop + Coaching | Skor employee engagement naik |
Control Room Operator | SCADA/DCS Operation | Dasar | Tinggi | 1 | Digital System Training | Simulator | Akurasi monitoring > 95% |
Semua Karyawan | Hazard Identification | Menengah | Sedang | 2 | Hazard Awareness Refresh | E-learning & Roleplay | Penurunan near miss 15% |




Comments